MANAJEMEN LIKUIDITAS
Likuiditas pada umumnya
didefinisikan sebagai kepemilikian sumber dana yang memadai untuk memenuhi
seluruh kebutuhan kewajiban yang akan jatuh tempo. Atau dengan kata lain
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pada saat ditagih gaik yang
dapat diduga ataupun yang tidak terduga[1]
Dalam perbankan manajemen
likuiditas adalah salah satu hal yang penting dalam memelihara kepercayaan
masyarakat terhadap bank tersebut. Untuk itu setiap bank yang beroperasi sangat
menjaga likuiditasnya agar pada posisi yang ideal. Dalam manajemen likuidtas bank
berusaha untuk mempertahankan status rasio likuiditas, memperkecil dana yang
menganggur guna meningkatkan pendapatan dengan resiko sekecil mungkin, serta
memenuhi kebutuhan cashflownya.
Jadi
tujuan manajemen likuiditas adalah mencapai cadangan yang dibutuhkan yang telah
ditetapkan oleh bank sentral karena kalu tidak dipenuihi akan kena pinalti dari
Bank sentral, kedua memperkecil dana yang menganggur karena kalau banyak dana
yang menganggur akan mengurangi profitabilitas bank, dan mencapai likuiditas
yang aman untuk menjaga proyeksi cashflow dalam kondisi yang sangat
mendesak misalnya penarikan dana oleh nasabah, pengambilan pinjaman[2].
Dalam likuiditas terdapat dua
resiko yaitu resiko ketika kelebihan dana dimana dana yang ada dalam bank
banyak yang idle, hal ini akan menimbulkan pengorbanan tingkat bunga yang
tinggi. Kedua resiko ketika kekurangan dana, akibatnya dana yang tersedia untuk
mencukupi kebutuhan kewajiban jangka pendek tidak ada. Dan juga akan mendapat
pinalti dari bank sentral. Kedua keadaan ini tidak diharapkan oleh bank karena
akan mengganggu kinerja keuangan dan kepercayaan masyarkat terhadap bank
tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa ketika bank mengharapkan keuntungan yang
maksimal akan beresikopada tingkat likuiditas yang rendah atau ketika
likuiditas tinggi berarti tingkat keuntungan tidak maksimal.disini tearjadi
konflik kepentingan antara mempertahankan likuiditas yang tinggi dan mencari
keuntungan yang tinggi[3].
Pengeleloan likuiditas sangat
penting bagi bank terutama untuk mengatasi resiko likuiditas yang disebabkan
oleh dua hal diatas. Untuk menjaga agar resiko likuiditas ini tidak terjadi kebijakan
manajemen likuiditas yang dapat dilakukan antara lain dengan menjaga asset
jangka pendek, seperti kas, memelihara earning assetnya yang dapat dijual
dengan mudah dll.
Namun ketika resiko tersebut
menjaga likuiditas tersebut terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan oleh
bank. Pertama dengan melakukan transaksi di pasar uang antar bank (interbank
call money market) yaitu penempatan dana (placement/leding) dan pinjaman
dana (deposit/taken/borrowing) dalam rupiah atau dengan mata uang lainnya.
Kedua dengan menempatkan dana di SBI (sertifikat bank Indonesia). Ketiga
membeli surat berharga pasar uang (SBPU), keempat melalui transaksi pasar lewat
broker. Dimana kesemuanya itu dalam bentuk kontrak pinjam atau utang. Dimana
diwaktu jatuh tempo bank mendapatkan dananya kembali ditambah dengan bunga yang
telah ditetapkan[4].
Pasar uang diatas sangat
likuid untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya ketika kekurangan dana. Disamping
itu juga aman unutuk menempatkan kelebihan dana sehingga dana yang idle dapat
menghasilkan keuntungan bagi bank sehingga mengurangi biaya yang harus
dikeluarkan untukmembayar bunga.
1.4.1
Manajemen likuiditas bank syariah
Dalam bank syariah secara
konsep tidak jauh berbeda dengan manajemen bank konvensional. Baik itu dari
segi tujuan dan resiko yang akan dihadapi oleh bank syariah. Yang membedakan
hanyalah pada akad yang digunakan ketika melakukan kontrak. Selama in alat
untuk manajemen likuiditas dalam bank syariah adalah PUAS (pasar uang antar
bank syariah) dengan akad wadiah, SIMA (sertifikat mudharabah antar bank
syariah) dan SWBI (surat wadiah bank indonesia) juga dengan akad wadiah.
Semuanya ini adalah instrument yang likuid untuk menjaga likuiditas bank.
Apabila suatu bank kekurangan likuiditas, maka bank tersebut akan meminjam
kepada bank lain berupa PUAS, SWBI atau menerbitkan SIMA, sebaliknya bila
kelebihan likuiditas maka akan ditempatkannya pada bank lain (PUAS) atau dengan
membeli SWBI atau SIMA.
Sedikitnya alat likuiditas
bank syariah, membuat para praktisi memutar otak untuk mencari solusi yang
dapat memperluas instrument likuiditas bank syariah. Maka dari itu untuk
mengakomodir permintaan akan instrument likuiditas yang lain, dibuatlah instrument
derivative future kontrak ini dengan salah akad yang digunakan adalah
murabahah yang akan menjadi focus kajian kali ini.
Jadi pada prinsipnya manajemen
bank baik konvensional maupun syariah tidak jauh berbeda. Yang membedakan dan
yang ditekankan adalah bagaimana cara mendapatkan dana tersebut haruslah sesuai
dengan syariah.
kita juga punya nih artikel mengenai 'Likuiditas', silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
BalasHapushttp://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/5593/1/Jurnal.pdf
trimakasih
semoga bermanfaat